Berkata Abubakar Al-Kattani : Berkumpul beberapa orang Ulama Shufi di Makkah Yang Suci di musim hajji. Mereka asyik membicarakan soal cinta kepada Tuhan, apakah intisarinya. Masing-masing telah mengeluarkan pendapat, yang paling muda di antara mereka ialah Al-Junaid Al-Baghdady. Lalu mereka berkata : "Hai orang muda dari Irak, coba nyatakan pula pendapatmu tentang cinta itu".
Mendengar ajakan itu termenunglah Al-Junaid sejenak sambil menekurkan kepalanya, tiba-tiba air matanya berlinang. Lalu dia berkata :
"Cinta ialah seorang hamba membawa dirinya, berhubungan langsung dengan Tuhannya karena menyebut nama-Nya, dia berdiri dengan setia melakukan kewajibannya kepada Tuhannya. Dia memandang merenung Tuhan itu dengan hatinya. Terbakar hatinya oleh Nur cahaya kehebatan Tuhan, jadi suci-bersih kerongkongannya lantaran minum dari piala cinta kasih-Nya, dibukalah oleh Tuhan Yang Maha Perkasa kepadanya selubung kegaiban-Nya. Maka jika dia bercakap, dia bercakap dengan ingat kepada Allah. Dan jika dia bertutur tak lain buah tuturnya, adalah darihal Allah belaka. Dan jika dia menggerakkan badannya, adalah karena begitu perintah Allah, dan jika dia tenang berdiam diri dia merasa dirinya dengan Allah. Oleh sebab itu dia adalah selalu dengan Allah, karena Allah, bersama Allah".....
Mendengarkan jawaban Al-Junaid yang demikian itu, berlinanglah airmata Ulama-Ulama yang tua itu, seraya mereka berkata :
"Cukup! Tidak ada tambahannya lagi, moga-moga Allah mengganjarimu dengan baik, wahai Tajul 'Arifin (Mahkota di kening orang-orang yang 'arif)!"
dari kitab Madarijus Salikin III
ketika menguraikan pengertian cinta
menurut pandangan Ahli Tasawwuf