Di samping beberapa nama tenar penutur hadits yang kesohor, seperti Imam Abu Dawud, At-Tirmidzi, An Nasa'i, Ibnu Majah dan lain-lain, Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim sering disebut sebagai penutur-penutur hadits yang piawai. Di bawah sederet nukilan hadits Rasulullah SAW selalu bisa dijumpai nama kedua tokoh penutur hadits itu.
Menimba Ilmu Dari Seribu Guru
Nama lengkap Imam Al-Bukhari adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Badizbah Al-Ja'fi Al-Bukhari. Ia dilahirkan di kota Bukhara pada Jum'at 13 Syawal 194 H. Pada usia yang masih relatif muda Al-Bukhari telah mampu menghafal sejumlah karya beberapa imam besar, berkat semangatnya yang besar dalam menimba ilmu. Sejak masa kanak-kanak ia sudah mampu menghafal dengan baik dan lancar beberapa tulisan imam-imam yang terkemuka di zaman itu. Al-Bukhari paling senang mendengarkan hadits-hadits yang dibacakan oleh para ulama di negerinya, di majlis-majlis taklim yang selalu dihadirinya dengan setia.
Pada 210 H, bersama ibunda dan saudaranya, Imam Al-Bukhari merantau ke Hijaz untuk menunaikan ibadah haji. Seusai menunaikan ibadah haji itu, ia tinggal beberapa lama di Madinah. Selama berada di Kota Nabi itulah ia menyusun Kitab At-Tarikh al-Kabir. Ini ia lakukan di samping makam Rasulullah SAW.
Dengan maksud dan dalam rangka menambah ilmu pengetahuan di bidang ilmu hadits, Imam Al-Bukhari kemudian melanjutkan perjalanannya ke berbagai kota untuk menemui guru-guru hadits dan para imam. Antara lain, ia pergi ke Baghdad, Bashrah, Kufah, Makkah, Syam, Homs, Asqalan dan Mesir. Selama perjalanannya ini ia menghimpun dan mencatat lebih dari 1.000 orang guru yang ditemuinya.
Perjalanan Al-Bukhari yang berat dan lama itu tak akan terlaksana andaikan ia tidak memiliki kepribadian yang tabah, tidak sabar dan gampang menyerah atau putus asa, juga tidak memiliki intelegensi yang tinggi, daya nalar kuat, cerdas dan cepat tanggap. Bukan luar biasa bila berkat kecakapan, kerajinan dan ketekunannya dalam memperlajari hadits-hadits, akhirnya ia dikenal dan sekaligus mencapai kedudukan sebagai tokoh terkemuka dalam ilmu hadits. Di samping itu ia pun dikenal sebagai orang yang tidak mudah terbuai oleh pesona duniawi dan rajin ibadah.
Sebagai buah perjalanannya yang panjang dan melelahkan itu, Al-Bukhari berhasil menghafal di luar kepala 100.000 hadits shahih, dan 200.000 hadits tidak shahih. Tidak aneh jika ia kemudian dipandang sebagai tokoh yang memiliki pengetahuan yang luas mengenai perbedaan hadits yang shahih dari yang dhaif, memahami benar-benar keadaan sanad dan matan serta semua seluk beluk yang berkaitan dengan hadits maupun ilmu-ilmu hadits.
Pada umumnya para ulama mengetahui dan mengakui kedudukan Al-Bukhari yang tinggi itu dan kemampuannya yang demikian besar. Hal ini dibuktikan ketika ia berkunjung ke Baghdad. Sebelum tiba di sana, warga kota itu telah ramai membicarakan dan memuji-muji kehebatannya. Nama Al-Bukhari memang telah tersohor ke seluruh belahan dunia Islam waktu itu.
Diuji Ulama Baghdad
Ketika Al-Bukhari tiba di Baghdad, para ahli hadits kota itu ingin menguji kepiawaiannya. Mereka pun menyiapkan 100 buah hadits, lalu mereka balikkan matan dan sanad-nya. Mereka kacaukan matan hadits -hadits tersebut dan menempatkan matan suatu hadits bukan pada sanad-nya. Mereka juga menempatkan sanad hadits yang terakhir pada hadits yang lain. Mereka ini terdiri dari 10 orang ahli hadits dan setiap orang menyiapkan 10 buah hadits yang dikacaukan untuk disampaikan kepada Al-Bukhari dalam majis yang bakal dihadiri oleh 10.000 orang.
Sesudah semua orang berkumpul, salah seorang di antara ulama Baghdad itu tampil berdiri dan menanyakan salah satu hadits dari kesepuluh hadits yang disiapkannya. Ketika Al-Bukhari mendapat pertanyaan tersebut, ia langsung menjawabnya dengan mengatakan, "Saya tidak tahu." Demikian seterusnya hingga hadits yang kesepuluh ditanyakan kepadanya. Semua pertanyaan yang diajukan kepadanya mendapat jawaban yang sama, "Saya tidak tahu." Kemudian ulama-ulama yang lain tampil bertanya. Tetapi jawaban yang diberikannya tetap sama seperti semula. Sehingga para ulama yang bertanya itu saling pandang satu sama lain dan merasa amat tercengang akan kejelian pandangan Al-Bukhari.
Setelah semua pertanyaan diajukan, Al-Bukhari kemudian neguraikan kepada para penanya tentang duduk perkara hadits-hadits mereka itu. Seorang demi seorang diberinya penjelasan dan akhirnya Al-Bukhari mengembalikan setiap matan pada sanad-nya. Menyaksikan kemampuan Al-Bukhari yang luar biasa tersebut, para penanya akhirnya mengakui Al-Bukhari memang betul-betul piawai.
Suatu saat Al-Bukhari dianjurkan oleh salah seorang gurunya agar menghimpun hadits atau sunnah Rasulullah SAW yang shahih dalam sebuah kitab. Anjuran sang guru itu mengena di hati Al-Bukhari. Ia kemudian berupaya mengumpulkan hadits-hadits shahih tersebut dalam sebuah kitab yang disebut Al-Jami' as-Shahih atau Shahih Al-Bukhari. Ternyata upaya ini menyita waktu cukup lama : 16 tahun.
Sewaktu menyusun Al-Jami' as-Shahih ini, Al-Bukhari mempunyai kebiasaan mandi membersihkan diri, kemudian melakukan sholat dua raka'at dan beristikharah kepada Allah SWT sebelum mulai menulis. Ia tidak menulis kecuali hadits-hadits yang shahih dari Rasulullah SAW.
Dalam menyusun karya besar tersebut, Al-Bukhari memilah-milah bab demi bab yang disesuaikan dengan bab-bab dalam ilmu fikih. hal ini ia lakukan dengan seksama dan teliti. Hadits-hadits yang dihimpun oleh Al-Bukhari dalam karya tersebut-sebagaimana dikatakn oleh Ibnu Hajar dalam kata pengantar Fath al-Bari-ada sebanyak 7.397 buah hadits. Ini selain hadits-hadits yang mu'allaq, yang mutabi' , yang mauquf dan hadits-hadits yang matan-matannya maushul sebanyak 2.602 hadits.
Setelah Al-Bukhari rampung menyusun dan mengulas karyanya itu, ia lalu membacakannya kepada Ahmad bin Hambal, Ibnu Main, Ibnu Madini, dan imam-imam hadits yang lain. Mereka semua sepakat, hasil karya Al-Bukhari itu bisa dipertanggungjawabkan dan hadits-hadits yang dihimpun dalam karya besar tersebut merupakan hadits-hadits yang shahih.
Al-Bukhari wafat di desa Khartank, seklitar 16 km dari Samarkand pada 30 Ramadhan 256 H.
Murid Yang Tak Kurang Piawai
Di antara para murid Al-Bukhari, ada seorang murid yang kemudian juga menjadi imam di bidang hadits yang tak kurang piawai dibanding sang guru. Si murid tersebut dikenal dengan sebutan Imam Muslim. Nama lengkap Imam Muslim ialah Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi an-Naisaburi.
Imam Muslim lahir di Naisabur pada 204 H. Sejak kecil ia sudah gemar menimba ilmu pengetahuan. Kalau perlu malah sampai merantau ke negeri orang. Di antara tempat-tempat yang pernah dikunjunginya ialah Irak, Hijaz, Syam, dan Mesir.
Imam Muslim menerima hadits-hadits dari beberapa orang guru, selain dari guru utamanya, Al-Bukhari. Seperti halnya sang guru, ia gemar sekali mempelajari ilmu hadits dan amat menyenangi, bahkan mencintai ilmu tersebut. Ia juga mengikuti jejak Al-Bukhari yang sangat ia hormati dalam upaya menyusun karyanya.
Seperti halnya para imam yang lain, Imam Muslim juga memiliki kemapuan yang luar biasa. Daya hafalnya sungguh hebat. Di samping itu ia juga punya kemampuan mengarang. Salah satu karyanya yang terkenal ialah Shahih Muslim. Karya Imam Muslim yang satu ini tak kalah tersohor dengan karya gurunya, Shahih Al-Bukhari. Karyanya ini mempunyai peran dan kedudukan yang amat penting dan utama dalam dunia ilmu hadits.
Mengenai kedua karya besar tersebut, ada yang berpendapat Shahih Al-Bukhari lebih unggul ketimbang Shahih Muslim. Ini karena Al-Bukhari mensyaratkan penutur hadits harus bertemu langsung dengan gurunya, sementara Muslim tidak memberikan syarat yang demikian itu. Lagi pula Al-Bukhari lebih teliti dan seksama, juga karyanya ini diselaraskan dengan ilmu fikih. Di samping itu, dalam Shahih Al-Bukhari tidak banyak hadits-hadits yang mendapat sorotan dari segi syadz dan illat-nya bila dibandingkan dengan hadits-hadits yang ada dalam Shahih Muslim.
Oleh karena itu tidak aneh bila sebagian besar ulama mengukuhkan Shahih Al-Bukhari lebih unggul dibanding Shahih Muslim dari segi ilmu hadits. Meski demikian di lain pihak Shahih Muslim juga mempunyai keistimewaan dibanding Shahih Al-Bukhari. Muslim tidak memenggal-menggal hadits dan sanadnya, tidak pulang mengulang-ulangnya. Ia hanya menghimpun semua hadits dalam satu bab, sehingga memudahkan para penelaah untuk mempelajarinya.
Imam Muslim wafat pada 261 H di tempat kelahirannya pada usia 57 tahun.
Oleh Muhammad Ali
Majalah Panggilan AdzanMenimba Ilmu Dari Seribu Guru
Nama lengkap Imam Al-Bukhari adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Badizbah Al-Ja'fi Al-Bukhari. Ia dilahirkan di kota Bukhara pada Jum'at 13 Syawal 194 H. Pada usia yang masih relatif muda Al-Bukhari telah mampu menghafal sejumlah karya beberapa imam besar, berkat semangatnya yang besar dalam menimba ilmu. Sejak masa kanak-kanak ia sudah mampu menghafal dengan baik dan lancar beberapa tulisan imam-imam yang terkemuka di zaman itu. Al-Bukhari paling senang mendengarkan hadits-hadits yang dibacakan oleh para ulama di negerinya, di majlis-majlis taklim yang selalu dihadirinya dengan setia.
Pada 210 H, bersama ibunda dan saudaranya, Imam Al-Bukhari merantau ke Hijaz untuk menunaikan ibadah haji. Seusai menunaikan ibadah haji itu, ia tinggal beberapa lama di Madinah. Selama berada di Kota Nabi itulah ia menyusun Kitab At-Tarikh al-Kabir. Ini ia lakukan di samping makam Rasulullah SAW.
Dengan maksud dan dalam rangka menambah ilmu pengetahuan di bidang ilmu hadits, Imam Al-Bukhari kemudian melanjutkan perjalanannya ke berbagai kota untuk menemui guru-guru hadits dan para imam. Antara lain, ia pergi ke Baghdad, Bashrah, Kufah, Makkah, Syam, Homs, Asqalan dan Mesir. Selama perjalanannya ini ia menghimpun dan mencatat lebih dari 1.000 orang guru yang ditemuinya.
Perjalanan Al-Bukhari yang berat dan lama itu tak akan terlaksana andaikan ia tidak memiliki kepribadian yang tabah, tidak sabar dan gampang menyerah atau putus asa, juga tidak memiliki intelegensi yang tinggi, daya nalar kuat, cerdas dan cepat tanggap. Bukan luar biasa bila berkat kecakapan, kerajinan dan ketekunannya dalam memperlajari hadits-hadits, akhirnya ia dikenal dan sekaligus mencapai kedudukan sebagai tokoh terkemuka dalam ilmu hadits. Di samping itu ia pun dikenal sebagai orang yang tidak mudah terbuai oleh pesona duniawi dan rajin ibadah.
Sebagai buah perjalanannya yang panjang dan melelahkan itu, Al-Bukhari berhasil menghafal di luar kepala 100.000 hadits shahih, dan 200.000 hadits tidak shahih. Tidak aneh jika ia kemudian dipandang sebagai tokoh yang memiliki pengetahuan yang luas mengenai perbedaan hadits yang shahih dari yang dhaif, memahami benar-benar keadaan sanad dan matan serta semua seluk beluk yang berkaitan dengan hadits maupun ilmu-ilmu hadits.
Pada umumnya para ulama mengetahui dan mengakui kedudukan Al-Bukhari yang tinggi itu dan kemampuannya yang demikian besar. Hal ini dibuktikan ketika ia berkunjung ke Baghdad. Sebelum tiba di sana, warga kota itu telah ramai membicarakan dan memuji-muji kehebatannya. Nama Al-Bukhari memang telah tersohor ke seluruh belahan dunia Islam waktu itu.
Diuji Ulama Baghdad
Ketika Al-Bukhari tiba di Baghdad, para ahli hadits kota itu ingin menguji kepiawaiannya. Mereka pun menyiapkan 100 buah hadits, lalu mereka balikkan matan dan sanad-nya. Mereka kacaukan matan hadits -hadits tersebut dan menempatkan matan suatu hadits bukan pada sanad-nya. Mereka juga menempatkan sanad hadits yang terakhir pada hadits yang lain. Mereka ini terdiri dari 10 orang ahli hadits dan setiap orang menyiapkan 10 buah hadits yang dikacaukan untuk disampaikan kepada Al-Bukhari dalam majis yang bakal dihadiri oleh 10.000 orang.
Sesudah semua orang berkumpul, salah seorang di antara ulama Baghdad itu tampil berdiri dan menanyakan salah satu hadits dari kesepuluh hadits yang disiapkannya. Ketika Al-Bukhari mendapat pertanyaan tersebut, ia langsung menjawabnya dengan mengatakan, "Saya tidak tahu." Demikian seterusnya hingga hadits yang kesepuluh ditanyakan kepadanya. Semua pertanyaan yang diajukan kepadanya mendapat jawaban yang sama, "Saya tidak tahu." Kemudian ulama-ulama yang lain tampil bertanya. Tetapi jawaban yang diberikannya tetap sama seperti semula. Sehingga para ulama yang bertanya itu saling pandang satu sama lain dan merasa amat tercengang akan kejelian pandangan Al-Bukhari.
Setelah semua pertanyaan diajukan, Al-Bukhari kemudian neguraikan kepada para penanya tentang duduk perkara hadits-hadits mereka itu. Seorang demi seorang diberinya penjelasan dan akhirnya Al-Bukhari mengembalikan setiap matan pada sanad-nya. Menyaksikan kemampuan Al-Bukhari yang luar biasa tersebut, para penanya akhirnya mengakui Al-Bukhari memang betul-betul piawai.
Suatu saat Al-Bukhari dianjurkan oleh salah seorang gurunya agar menghimpun hadits atau sunnah Rasulullah SAW yang shahih dalam sebuah kitab. Anjuran sang guru itu mengena di hati Al-Bukhari. Ia kemudian berupaya mengumpulkan hadits-hadits shahih tersebut dalam sebuah kitab yang disebut Al-Jami' as-Shahih atau Shahih Al-Bukhari. Ternyata upaya ini menyita waktu cukup lama : 16 tahun.
Sewaktu menyusun Al-Jami' as-Shahih ini, Al-Bukhari mempunyai kebiasaan mandi membersihkan diri, kemudian melakukan sholat dua raka'at dan beristikharah kepada Allah SWT sebelum mulai menulis. Ia tidak menulis kecuali hadits-hadits yang shahih dari Rasulullah SAW.
Dalam menyusun karya besar tersebut, Al-Bukhari memilah-milah bab demi bab yang disesuaikan dengan bab-bab dalam ilmu fikih. hal ini ia lakukan dengan seksama dan teliti. Hadits-hadits yang dihimpun oleh Al-Bukhari dalam karya tersebut-sebagaimana dikatakn oleh Ibnu Hajar dalam kata pengantar Fath al-Bari-ada sebanyak 7.397 buah hadits. Ini selain hadits-hadits yang mu'allaq, yang mutabi' , yang mauquf dan hadits-hadits yang matan-matannya maushul sebanyak 2.602 hadits.
Setelah Al-Bukhari rampung menyusun dan mengulas karyanya itu, ia lalu membacakannya kepada Ahmad bin Hambal, Ibnu Main, Ibnu Madini, dan imam-imam hadits yang lain. Mereka semua sepakat, hasil karya Al-Bukhari itu bisa dipertanggungjawabkan dan hadits-hadits yang dihimpun dalam karya besar tersebut merupakan hadits-hadits yang shahih.
Al-Bukhari wafat di desa Khartank, seklitar 16 km dari Samarkand pada 30 Ramadhan 256 H.
Murid Yang Tak Kurang Piawai
Di antara para murid Al-Bukhari, ada seorang murid yang kemudian juga menjadi imam di bidang hadits yang tak kurang piawai dibanding sang guru. Si murid tersebut dikenal dengan sebutan Imam Muslim. Nama lengkap Imam Muslim ialah Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi an-Naisaburi.
Imam Muslim lahir di Naisabur pada 204 H. Sejak kecil ia sudah gemar menimba ilmu pengetahuan. Kalau perlu malah sampai merantau ke negeri orang. Di antara tempat-tempat yang pernah dikunjunginya ialah Irak, Hijaz, Syam, dan Mesir.
Imam Muslim menerima hadits-hadits dari beberapa orang guru, selain dari guru utamanya, Al-Bukhari. Seperti halnya sang guru, ia gemar sekali mempelajari ilmu hadits dan amat menyenangi, bahkan mencintai ilmu tersebut. Ia juga mengikuti jejak Al-Bukhari yang sangat ia hormati dalam upaya menyusun karyanya.
Seperti halnya para imam yang lain, Imam Muslim juga memiliki kemapuan yang luar biasa. Daya hafalnya sungguh hebat. Di samping itu ia juga punya kemampuan mengarang. Salah satu karyanya yang terkenal ialah Shahih Muslim. Karya Imam Muslim yang satu ini tak kalah tersohor dengan karya gurunya, Shahih Al-Bukhari. Karyanya ini mempunyai peran dan kedudukan yang amat penting dan utama dalam dunia ilmu hadits.
Mengenai kedua karya besar tersebut, ada yang berpendapat Shahih Al-Bukhari lebih unggul ketimbang Shahih Muslim. Ini karena Al-Bukhari mensyaratkan penutur hadits harus bertemu langsung dengan gurunya, sementara Muslim tidak memberikan syarat yang demikian itu. Lagi pula Al-Bukhari lebih teliti dan seksama, juga karyanya ini diselaraskan dengan ilmu fikih. Di samping itu, dalam Shahih Al-Bukhari tidak banyak hadits-hadits yang mendapat sorotan dari segi syadz dan illat-nya bila dibandingkan dengan hadits-hadits yang ada dalam Shahih Muslim.
Oleh karena itu tidak aneh bila sebagian besar ulama mengukuhkan Shahih Al-Bukhari lebih unggul dibanding Shahih Muslim dari segi ilmu hadits. Meski demikian di lain pihak Shahih Muslim juga mempunyai keistimewaan dibanding Shahih Al-Bukhari. Muslim tidak memenggal-menggal hadits dan sanadnya, tidak pulang mengulang-ulangnya. Ia hanya menghimpun semua hadits dalam satu bab, sehingga memudahkan para penelaah untuk mempelajarinya.
Imam Muslim wafat pada 261 H di tempat kelahirannya pada usia 57 tahun.
Oleh Muhammad Ali
September 1991
Hal.73-77