Kamis, 20 Februari 2014

Air Mata Berderai

,
Aku melihat derai air mata bercucuran membasahi dua matanya yang kini memerah. Di antara puluhan atau sampai seratus orang barangkali orang yang berada di pemakaman ini. Pemakaman yang dulunya sempat diberi pelang nama "Taman Terakhir". Km. 25 seberang satu-satunya SPBU di kota tercinta ini.

Liang lahat yang telah digali beberapa jam sebelumnya, sekarang dikerumuni sanak keluarga, handai taulan, tetangga dan orang-orang yang mengenal si fulan yang meninggal dunia kemarin petang di rumah sakit di seberang kantor kecamatan, juga masih di kota ini.

Aku masih teringat petang kemarin sebelum kepergian orang yang terkasih itu dalam hidupnya. Kala itu aku sedang duduk santai sambil menghisap sebatang rokok kretek murahan yang tak usahlah ku sebut namanya. Di temani secangkir kopi di gelas plastik sesaat ku terima telefon dari adik lelakiku yang mengabarkan kematian orang tua itu. Aku beranjak masuk ke dalam rumah mengabarkan berita duka itu pada emakku dan meraih kunci serta menstarter sepeda motorku menuju rumah temanku, juga untuk memberitahukan berita duka itu. Tak lama aku mendengar dari suara speaker toa di masjid kampung atas mengumumkan berita itu juga.


Aku mengendarai motorku ke rumah sakit, setelah itu aku pulang. Di perjalanan aku berpapasan dengan dia. Mengendarai sepeda motornya, berbaju kurung dan bersongkok haji warna kelabu. Dia telah datang. Dia datang begitu mendengar bapaknya sakit keras, nazak. Berlayar melintasi laut dan berpuluh pulau. Sehari semalam diharunginya. Matanya memerah, bekas derai air mata.

Teringat olehku, beberapa tahun silam, di kota ini. Kota kelahiran kami tercinta. Di kampung kami yang dahulu belum seramai sekarang ini. Suatu waktu dia bercerita tentang bagaimana nakalnya ia sewaktu kecil. Mengganggu emaknya yang sedang memasak dodol. Ditegur bapaknya, ia tak pedulikan. Orang tua itu naik darah. Buk...! Satu pukulan kayu bakar menghantam bagian belakang kepalanya. Mataku berkunang-kunang kawan...Sampai sekarang....Kadang kepalaku terasa pening....Begitu ia bercerita tentang kejadian lampau  itu. Salahku memang....Tidak mendengarkan larangannya. Cerita luka....menggores hatinya.

Bertahun berlalu, kini sudah di depan mata semua kenyataan. Yang lalu biarlah berlalu. Kini jasad orang tua itu telah terbungkus kain kafan, telah dimandikan, telah disholatkan. Para penghantar telah berdiri mengelilingi liang lahat. Keranda berbalut kain hujau bertuliskan kalimah syahadah dan innalillahi dibuka. Satu, dua oh tiga orang membuka penutup keranda. Jenazah hendak diturunkan.

Aku melihat derai air mata bercucuran membasahi dua matanya yang kini memerah. Di antara puluhan atau sampai seratus orang barangkali orang yang berada di pemakaman ini. Ia kelihatan begitu bersedih dan rapuh menghadapi kenyataan hari ini. Aku bergumam.....kawanku....relakanlah kepergian bapakmu...yang hidup pasti juga dijemput kematian...suka atau tidak....Maafkanlah kesalahan bapakmu kawan......bila kisah lama itu masih membekas di hatimu, hapuslah.

Air mata masih berderai membasahi pipinya. Ketika beberapa orang menawarkan padanya untuk turun ke liang lahat menyambut jenazah bapak tercintanya, ia menggelengkan kepalanya. Bukan ia masih trauma atau dendam. Aku yakin ia sangat menyanyangi bapaknya itu. Aku tahu ia menyayangi bapaknya. Mungkin saja ia sedikit menyesal karena tidak berada tepat di samping bapaknya ketika maut menjemput. Mungkin.

Prosesi pemakaman selesai. Gundukan tanah dan nisan telah terpasang, bunga-bunga bertabur di atasnya. Do'a-do'a mengiringi kepergian orang tua itu yang beberapa tahun lalu jatuh sakit sepulang dari Tanah Suci.

Aku masih memandangi kawanku itu. Air matanya masih saja berderai. Seakan ia berkata pelan dan lirih....Selamat jalan bapak. Allahumaghfirlahu Warhamhu Wa'Afihi Wa'fu 'Anhu.

Di dunia ini kita seumpama duduk di terminal atau perhentian. Menunggu jemputan kendaraan yang tidak tahu kapan datang. Sembari menunggu itu kita janganlah terduduk diam saja. Bawalah perbekalan, sebab kita tidak tahu sejauh mana perjalanan yang akan kita tempuh nanti dan bagaimana tempat yang akan kita tempati nanti.

0 komentar to “Air Mata Berderai”

Posting Komentar

Hey © 2008 Template by:
SkinCorner