Kamis, 13 Februari 2014

Menanduk Gunung

,
"Wahai orang yang hendak menanduk gunung, karena ingin menghancurkannya, kasihanilah kepalamu, tak usah mengasihani gunung itu".

Sejak tahun 909 sampai tahun 1171 Hijriyah, yaitu dalam masa 262 tahun Kerajaan Fathimiyah yang berideologi Syi'ah, sampai-sampai sengaja didirikan sebuah badan pendidikan yang diberi nama "Darul Hi'mah". Di sana disusun ahli-ahli da'wah yang terampil guna mempropagandakan mahzab Syi'ah itu. Pemimpinnya yang tertinggi bergelar "Da'it Du'at". Siang dan malam mereka datangi kampung-kampung dan mesjid-mesjid dengan biaya beratus-ratus ribu dinar, untuk meyakinkan rakyat akan kebenaran mahzab Syi'ah.

Pada tahun 992 Hijriyah, setelah jenderalnya yag terkenal bernama Jauhar As-Saqliy pulang dari peperangan dengan membawa kemenangan, maka untuk mensyukuri kemenangan itu didirikanlah mesjid Al-Azhar yang di dalamnya didirikan pula madrasah agama. Pokok ajaran yang diutamakan di Al-Azhar itu ialah mahzab Syi'ah.

Adapun rakyat Mesir sendiri sejak 500 tahun sebelum itu telah memegang mahzab Sunni, bahkan yang terbesar ialah penganut mahzab Syafi'i, dan di Mesir itulah Imam Syafi'i dimaqamkan.

Pemerintah Fathimiyah yang telah menguasai Mesir selama dua setengah abad (262 tahun) memuaskan hatinya dengan bekerja keras mengadakan propaganda siang dan malam, akan tetapi mahzab Syi'ah tidaklah terkesan di dalam hati rakyat Mesir. Di hadapan propagandis-propagandis itu, rakyat Mesir mengangguk-anggukan kepalanya seperti orang yang setuju, namun pada hakekatnya mereka tetap berpegang pada mahzab semula, mahzab Syafi'i.

Politik dunia tidak ada yang tetap. Kadang-kadang naik, kadang-kadang turun. Begitulah yang terjadi, akhirnya Kerajaan Fathimiyah semakin mundur, sehingga terpaksa memohon bantuan kepada Kerajaan Shalahuddin (memerintah 1138-1191). Di dalam peperangan dengan Kaum Salib di Hittin (1181 H) Shalahuddin berhasil memenangkan peperangan itu. Dan dengan sendirinya Mesir jatuh ke tangan Shalahuddin. Rakyat Mesir tambah bersimpati dan mendukung Shalahuddin, karena beliau adalah penganut mahzab Syafi'i.

Maka dalam masa 10 hari saja, Mesir sudah kembali berubah. Usaha kerja keras mempropagandakan mahzab Syi'ah yang memakan waktu dua setengah abad dengan biaya beratus-ratus ribu dinar, sampai-sampai sengaja dibangun mesjid Al-Azhar guna kepentingan itu, hilang tandas tanpa berbekas dalam 10 hari saja.

Pada tahun 1596 Masehi, Cornelis de Houtman masuk ke pelabuhan Banten. Mulai saat itulah bangsa Belanda melemparkan jaring penjajahannya di tanah air Indonesia ini. Kerajaan Islam yang besar-besar di Indonesia, sejak dari Aceh, Palembang, Banten, Mataram, Makasar, Maluku dan lain-lain mencoba berjuang melawan penjajahan itu, tapi semua itu dapat dikalahkan oleh kaum penjajah. Walaupun demikian, kau penjajah itu tak dapat menaklukkan hati bangsa Indonesia. Setelah berhasil mengalahkan bangsa Indonesia dengan senjata, dimulailah mengalahkan dari segi agama dan pendidikan. Pahit getir telah ditempuh selama 3 setengah abad. tertumpahlah darah dan air mata dari ummat, mengalir sejak dari Sabang sampai ke Merauke. Memang segala kekayaan sudah habis dirampas, namun hati ummat tak dapat ditaklukkan.

Setelah Indonesia merdeka, ikhtiar untuk menghancurkan Islam masih tetap terasa, bahkan lebih hebat. Gerakan ini bukan hanya di Indonesia saja, tapi juga diberbagai negeri di dunia. Namun jumlah bilangan ummat Islam tidaklah berkurang, malah bertambah banyak.

Teringatlah kita bagaimana bangsa-bangsa Barat seluruhnya pada masa awal abad keduapuluh ini juga menghinakan dan mengeroyok Bangsa Turki, tempat kedudukan khalifah kaum muslmin. Sampai bangsa Turki dijuluki gelar "Orang Sakit Di Eropa". Dengan demikian orang-orang barat beranggapan setelah hancurnya Turki, ummat Islam di dunia tidak akan bangkit lagi. Kemudian terjadilah perang dunia pertama (1814-1818). Setelah itu, bangsa-bangsa Eropa menaklukkan Turki. Maka hancurlah Turki dan tamatlah kekhalifahan Islam.

Kegembiraan orang-orang Barat makin bertambah lagi lebih-lebih ketika muncul seorang putra Turki sendiri yaitu Kemal Ataturk yang menyorakkan kepada dunia bahwa Turki bukan lagi berdasarkan Islam, tapi sudah ditukar menjadi "negara sekuler". Tulisan-tulisan yang menggunakan bahasa Arab ditukar dengan huruf-huruf Latin. Kebiasaan sehari-hari yang mencerminkan kehidupan masyarakat Islam, seperti cara berpakaian, cara hidup dan lain-lain ditukar dengan cara-cara Barat. Malahan sekulernya Kemal Ataturk lebih hebat lagi bila dibandingkan dengan tokoh sekuler siapapun di negeri ini. Karena Kemal Ataturk berani merubah "Allahu Akbar" dalam azan dengan "Allah Buyuk" terjemahan bahasa Turki.

Tahun 1922 Kemal Ataturk memproklamirkan Turki sebagai negara sekuler, ditahun 1938 ia pun meninggal. Dan pada tahun 1945, Jalal Bayar menjadi pemimpin Turki setelah menang dalam pemiihan umum dan berhasil mendapat dukungan rakyat dalam kampanyenya. Karena dalam salah satu isi kampanye itu, Jalal Bayar berjanji akan mengembalikan kegembiraan rakyat untuk merubah kalimat "Allah Buyuk" itu kepada keasliannya semula yaitu "Allahu Akbar".

Dan pada hari yang bersejarah itulah, saat waktu zuhur tiba, orang-orang mendengarkan dengan seksama suara azan dikumandangkan. Kalimat Allahu Akbar terdengar lagi. Semua orang terharu. Banyak yang menitikkan air mata melampiaskan rindu mereka akan kalimat agung yang sudah 20 tahun itu dilarang. Di tengah hari yang panas itu, suasana kota Istanbul pun berubah menjadi suasana khidmat. Dengan spontan, orang-orangpun bersujud. Sopir-sopir taksi menghentikan mobilnya dan sujud di pinggir jalan. Orang-orang yang sedang lalu lalang, pedagang-pedagang kaki lima, orang-orang tua, laki-laki, perempuan, semua sujud demi mendengarkan azan yang menggunakan Allahu Akbar itu. Mereka bahagia, Allah Buyuk sudah bertukar kembali dengan Allahu Akbar.

Sekarang apabila kita datang ke turki yang kita lihat di etalase toko-toko buku ialah karangan-karangan dari Abul A'la Al-Maududiy, Abul Hasan an-Nadawiy, Sayyid Quthub, Jalal Qusy, yaitu nama-nama dari pengarang Muslim yang barangkali digolongkan orang sebagai tokoh-tokoh fundamentalisme dalam dunia modern. Pemerintahpun mendirikan kantor-kantor Urusan Agama, dan didirikan pula sekolah-sekolah Islam sejak dari tingkat sekolah dasar sampai ke sekolah-sekolah tinggi.

Pada hari Rabu malam Kamis, 16 Mei 1979, dalam "Dunia Dalam Berita" kita saksikan di layar TVRI gambaran dari masyarakat kaum Muslimin di Bukhara, Rusia yang dahulunya berdiri kerajaan Islam yang telah dihancurkan oleh komunis Rusia. Di sana pula gugurnya pahlawan Islam Turki, Anwar Bay yang mencapai syahidnya dalam mempertahankan negara itu ketika kaum komunis Rusia menghancurkan Bukhara. Segala usaha telah dijalankan untk memusnahkan dan menumpas kaum Muslimin di sana, namun kenyataannya jumlah kaum Muslimin semakin bertambah, dan sebagaimana kita saksikan menurut pemberitaan TVRI itu, jumlah mereka kini telah mencapai 40 juta jiwa.

Semua yang kita sebutkan di atas ini memberikan kepada kita kesimpulan bahwa penghinaan dan anggapan enteng terhadap kaum Muslimin di mana saja di dunia ini bukanlah menyebabkan mereka musnah atau kecut, akan tetapi justru malah mengakibatkan mereka bangkit dari kelengahan mereka selama ini. Tepat seperti yang disebut Arnold Toynbee bahwa "setiap ada tantangan pasti akan timbul jawaban".

Dan di negeri kita sendiri, Presiden Suharto, Menteri Agama H. Alamsyah Ratu perwiranegara, Menteri Dalam Negeri Amir Mahmud telah memperingatkan berkali-kali bahwa negara kita bukanlah Negara Sekuler. Tetapi negara yang mengakui kebebasan beragama menurut UUD 1945 dan falsafah negara Pancasila. Peringatan beliau-beliau itu bukanlah peringatan tidak bersebab, karena memang kita merasakannya, bahwa memang ada golongan yang berusaha mensekulerkan negeri ini. Dan kita memberi peringatan pula bahwa usaha mensekulerkan Indonesia samalah perumpamaannya dengan seekor kerbau yang hendak menghancurkan bukit dengan tanduknya. yang dikasihi bukan bukitnya, tapi tanduknya.

Orang bisa dan boleh berusaha, walaupun dengan menggunakan pangkat dan kekuasaan yang ada padanya. Dan ketahuilah, kekuasaan dan kedudukan itu dulunya tidak ada, dan kelak akan lepas lagi karena umur dan kemampuan manusia terbatas. Dengan kekuasaan, pangkat dan kedudukan, orang bisa saja menyetop pembangunan sebuah mesjid sampai mesjid itu terlantar. Namun harus diingat, apabila dia mati kelak, orang akan beramai-ramai mengantar jenazahnya untuk disembahyangkan di mesjid yang terlantar itu.

Umur Islam jauh lebih panjang dari umur mereka itu!

Diketik ulang oleh Pat
Sumber :
Majalah Panji Masyarakat 
(warisan almarhum Ayahanda Tercinta H. Asj'ariansyah Noer, BA)
Terbit 5 Rajab 1399 H/1 Juni 1979
Nomor 272 Tahun ke XX
Pemimpin Umum :
Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)
Halaman 6-7
Kolom  : Dari Hati Ke Hati
Judul     : Menanduk Gunung 

0 komentar to “Menanduk Gunung”

Posting Komentar

Hey © 2008 Template by:
SkinCorner